Cari Blog Ini

Jumat, 20 Februari 2009

fungsi esensial dan kontekstual pendidikan

Oleh : JONI UKAT, S.Pd., MM

Belajar bukan konsep independent yang hanya dilakukan oleh siswa secara sepihak tetapi merupakan interaksi dengan lingkungan dan berbagai daya dukung yang lain.Asas penting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan pendidikan menuju sekolah efektif adalah pernyataan bahwa “Semua Anak Dapat Belajar”. Hal ini mengisaratkan pada kita bahwa sekolah merupakan wahana yang menyediakan tempat yang terbaik bagi anak untuk belajar, a place for better learning. Artinya,semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi disekolah diarahkan bagi usaha membuat seluruh peserta didik belajar.

Apabila mencari relevansi lain sehubungan dengan pernyataan diatas maka definisi taylor (1990) tentang sekolah efektif cukup sepaham sebagai sekolah yang mengorganiasikan dan memanfaatkan semua sumberdaya yang dimiliki untuk menjamin semua siswa tanpa memandang ras, jenis kelamin maupun status social ekonomi bisa mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah.

Belajar bukan konsep independent yang hanya dilakukan oleh siswa secara sepihak tetapi merupakan interaksi dengan lingkungan dan berbagai daya dukung yang lain. Dengan demikian efektifitas belajar bukan hanya menilai hasil belajar siswa, tetapi semua upaya yang menyebabkan anak belajar .

Artinya kualifikasi guru dan personil lainya/pegawa, kinerja guru, kepemimpinan, kebijakan sekolah, iklim sekolah budaya yang berkembang, hubungan dengan masyarakat, layanan penunjang siswa belajar seperti ekstrakurikuler, perpustakaan sarana-prasarana, labotatorium, dan sebagainya menjadi indicator yang turut menentukan evektifitas belajar, dengan efektifitas belajar maka sekolah tersebut dikatakan efektif.

Walaupun belajar bisa terkesan sederhana dengan mengartikan dari tidak tahu menjadi tahu atau tidak mengerti menjadi mengerti, tetapi pemaknaanya jauh lebih dalam dan penilaiannya jauh lebih kompleks karena kita tidak hanya dapat melihat hasil belajar secara kognisi saja, tetapi banyak kemampuan lain yang yang harus diungkap seiring dengan pengertian belajar sebagai pembentukan makna, atau dalam kajian praktisi adalah terjadi pemikiran yang dilakukan siswa takkala mendapat suatu konsep sehingga apa yang didengar, dilihat dan dikerjakannya disekolah bermakna bagai kehidupan siswa setidaknya siswa turut berfikir secara iklas tentangf topic belajar.

Dengan demikian hasil ujian siswa, hanya mewakili sebagian kecil kemampuan siswa karna yang dikatakan bermakna tidak sekedar percakapan atau logika yang dapat diturutkan tetapi kemampuan lain yang mereflesikan kehidupan, seperti sikap , ketrampilam, kepribadian moral dan etika.

Esensi yang terkandung dalam paragraph diatas adalah fungsi sekolah sebagai tempat belajar yang memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pengalaman pembelajaran yang bermutu bagi peserta didik. Tempat belajar atau dimaknai sebagai suatu organisasi pendidikan memiliki bidang garapan tertentu, yaitu bidang kesiswaan, keguruan, kurikulum, sarana prasarana, keuanfgan, humas, kebijakan, pelayanan khusus seperti:BP/BK, perpustakaan, bengkel/laboratorium, unit produksi, kantin, koperasi dan ekstrakurikuler. Semua itu dikelola sebagai kebermanfaatan siswa belajar.

Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan funsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagai siswa/i. Hasil belajar yang memuaskan bagai semua pihak dengan komperhensifnya hasil belajar diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukan tingkat kinerja yang diinginkan dalam penyelenggarakan proses belajar dengan menunjukan hasil belajar yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Efektifitas adala ukuran yang menyatakan sejauh mana sasaran atau tujuan (kualitas, kuantitas dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan efektifitas adalah sama dengan hasil nyata dibagi dengan hasil yang diharapkan. Sekolah efektif menunjukan kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Abin (1999:11) menegaskan bahwa efektifitas sekolah pada dasarnya menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai berupa achievements atau observed outputs dengan hasil yang diharapkan berupa Objectives, Targets dan intended outputs sebagai mana telah ditetapkan.

Prestasi menjadi tujuan sekolah. Sekolah Efektif adalah sekolah yang membuat prestasi, tidak saja pada siswa tetapi seluruh komponen yang melingkupinya. Namun indicator yang paling dominant adalah prestasi siswa sesuai dengan filosofi sekolah sebagai tempat belajar terbaik. Prestasi sebagai apa yang diinginkan sekolah pada setiap komponennya terlebih dahulu ditetapkan tujuan pada masing-masing komponen yang bias disebut sasaran atau target. Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang dapat mencapai target, dalam hal ini berupa prestasi.

Parameter untuk mencapai efektifitas dinyatakan sebagai angka nilai rasio antara jumlah hasil (lulusan, produk, jasa dan sebagainya) yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah (unsur yang serupa) yang diproyeksikan atau ditargetkan dalam kurun waktu tertentu.

Efektifitas sekolah terkait pula dengan kualitas. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik dari lulusan yang menunjukan kemampuannya atau kompetensinya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat, misalnya nilai hasil ujian akhir, prestasi olahraga, karia tulis ilmiah dan prestasi pentas seni. Kualitas tamatan dipengaruhi oleh tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kualitas terkait dengan prestasi dan prestasi belajar siswa diidentifikasikan bukan hanya unggul dalam kecerdasan atau kemampuan akadermik, tetapi dimensi lain yang menjadi prasarat kehidupan, yaitu dimensi social, budaya politik dan ekonomi. Cheng (1996) mendefinisikan sekolah efektif sebagai sekolah yang memiliki kemampuan dalam menjalankan fungsinya secara maksimal, baik fungsi ekonomis, funsi social kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya maupun fungsi pendidikan.

Fugnsi ekonomis sekolah adalah memberi bekal kepada siswa agar dapat melakukan aktifitas ekonomi sehingga dapat hidup sejastra. Fungsi social kemanusiaan adalah sekolah sebagai media bagai siswa untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat.fungsi politis sekolah adalah sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara maupun sebagai warga sekolah/selholder.

Fungsi budaya sekolah adalah media untuk melakutan transmisi dan transformasi budaya. Adapun fungsi pendidikan adalah sekolah sebagai wahana untuk proses pendewasaan dan pembentukan kepribadian siswa.

Efektifitas sekolah menunjukan adanya proses perekayasaan berbagai sumber dan metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan semua komponen sekolah sebagai organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan mencapai hasil yang telah ditetapkan yaitu memiliki kompetensi cognitive, psikomotor dan afektif.

Pada sekolah efektif tidak hanya siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam belajar yang dapat mengembangkan diri, siswa yang memiliki inteletualitas yang biasa pun dapat mengembangkan dirinya sejauh mungkin, apalagi biasa dibandingkan dengan kondisi awal ketika mereka baru masuk sekolah. Mortimore(1991) mendefinisikan sekolah efektif sebagai”one in which students progress further than might be expected from a consideration of intake” .

Harapan ini sedikit berbeda dengan kenyataan yang memfokuskan efektifitas sekolah pada penguasaan intelektual yang tercermin dari nilai ujian akhir nasional (UAN), yang hanya melihat aspek intelektualitas, tanpa dapat mengukur hasil belajar siswa dalam kepribadian secara utuh yaitu penilaian sikap yang sampai saat ini belum dilakukan di sekolah-sekolah.

Untuk beberapa waktu yang lama, para pendidikan yang terkait dengan pendidikan/pendidikan formal sangat menikmati ukuran ini, walaupun telah disadari oleh pengelola pendidikan dan akademisi bahwa hasil pendidikan menjadi rancu apa bila hanya dinilai dengan UAN. Kenyataan ini semakin disadari sebagai anomaly yang mesti di luruskan dan kebijakan baru telah digulirkan melalui KBK dan estafetnya adalah KTSP yang operasionalisasinya diharapkan dapat menyentuh seluruh aspek kepribadian utuh siswa.

Sangat disadari bahwa hasil pendidikan tidak hanya ditunjukan pada aspek cognitive saja tetapi aspek yang membentuk kepribadian utuh pun seperti afektif dan psikomotor juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa. Siswa yang memiliki kepekaan social, empati terhadap orang lain, memiliki kepercayaan diri yang bagus, tenggang rasa, kesetia kawanan, sabar, iklas kreatif, dan sifat-sifat baik lainya, sangat diharapkan dimiliki siswa sebagai tumpuan harapan kita semua.

Maekenzie(1983:135) Dalam kajiannya tentang school culture menyinggung pengertian effective school sebagai berikut.The literature on school culture makes it clear that effektives school, that is school that demonstrate high standards of achievement in academics,have a culture characterized by a well-defined set of goals that all member of the school administration, faculty,and student-value and promote.

Komponen-komponen sekolah yang menjadi focus pemberdayaan dapat dipahami dengan pendekatan sekolah sebagai suatu sistim yaitu terdidri dari input-proses- output dan outcame.
Simpulan dari sekolah efektif yang dapat ditarik dari penjelasan-penjelasan diatas adalah sekolah yang mampu mengoptimalkan semua masukan dan proses demi tercapainya output pendidikan, yaitu prestasi sekolah, terutama prestasi siswa yang ditandai dengan dimilikinya semua kemampuan berupa kompetensi yang dipersaratkan di dalam belajar.

Optimalisasi masukan dan proses menunjukan adanya layanan pembelajaran optimal bagai kepentingan belajar. Layanan pembelajaran optimal didukung oleh berbagai sumber yang tersedia secara terpilih, metodologi yang tepat dan aktifitas-aktivitas yang beragam. Dengan demikian terdapat dua deminsi pokok efektifitas sekolah sebagai konsep output yaitu organisasi belajar sebagai representasi sinergitas layanan pembelajaran dan prestasi siswa sebagai representasi dari kemampuan atau kompetensi siswa.Untuk menjalankan optimalisasi membutuhkan pimpinan Transaksional,Trasfomasional dan Visioner.

Kepemipinan transaksional membutuhkan peranya sebagai manajer karena ia terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang medodologis dan fisik. Oleh karena itu kepemimpinan transaksional dihadapkan pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidup dari segi pangan, sandang dan pagan. Pola hubungan yang dikembangkan dalam kepemimpinan ini adalah berdasarkan suatu sistim timbale balik (transaksi) yaitu pemimpin memahami memahami kebutuhan dasar dari bawahannya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari pengikutnya.

Pemimpin yang di maksut ialah kepalah sekolah dituntut untuk dapat mengetahui permasalahan-permasalahan para pengikutnya dalam hal ini hubunga kekeluargaan merupakan penopang keberhasilan dalam memimpin suatu lembaga pendidikan/sekolah.

Kepemimpinan transfomasional hadir untuk menjawab tantangan zaman yang penuh dengan peubahan. Zaman dimana manusia dapat mengeritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikanyan secara kemanusiaan. Dalam terminology teori motivasi maslow, manusia di era ini adalah manusia memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri.

Berdasarkan pemahaman kontekstual diatas maka kepala sekolah menjadikan bawahannya sebagai insan yang mengerti akan segala apa yang dibuat, bicaran dan dilasanakan atau menjadikan bawahan sebgai orang yang mengerti bukan patung saja bagi kepala sekolah.Dengan kata lain membutuhkan tansparansi dan akuntabilitas dalam memipin sekolah sehingga kInerja meningkat mutu di sekolahpun akan peningkat.

Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki visi, misi, tujuan dan program yang jelas sehinga menjadikannya sebagai suatu tantangan, dengan adanya tantangan ini maka pemimpin dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, tujuan dan program yang telah dirumuskan.

Pemimpin ini didasarkan pada jati diri banggsa yang bersumber dari nilai-nilai budaya dan agama serta mampu menantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya dan perubahan-perubahan diluar sekolah.

1 komentar: